SELAMAT DATANG DI BLOG AHLISARAGIH

Monday, June 15, 2015

Pubertas pada sapi perah

SIKLUS REPRODUKSI

Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus reproduksi. Hewan betina harus menghasilkan ovum yang hidup dan diovulasikan pada waktu yang tepat. Ia harus memperlihatkan estrus (berahi atau keinginan untuk kawin) dekat waktu ovulasi sehingga kemungkinan penyatuan sel kelamin jantan dengan sel telur dan kemungkinan pembuahan dapat dipertinggi. Ia harus menyediakan lingkungan intra-uterin yang sesuai untuk konseptus sejak pembuahan sampai partus, demikian pula lingkungan yang balk untuk anaknya sejak lahir sampai waktu disapih.

Pubertas (dewasa kelamin)
Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu di mana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal dan sempurna, yang masih akan tercapai kemudian. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan sperma di samping perubahan-perubahan kelamin sekunder lain. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi.
Sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan-­lahan bertambah dalam ukuran dan tidak memperlihatkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa. Apabila suatu umur atau berat badan tertentu telah dicapai estrus dan ovulasi pertama terjadi walaupun dalam beberapa kasus ovulasi pertama mungkin tidak disertai oleh estrus. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat.

Homon dan Pubertas
Pertumbuhan dan perkembangan organ-organ kelamin betina sewaktu pubertas dipengaruhi oleh hormon-hormon gonadotropin dan hormon-hormon gonadal. Pelepasan FSH ke aliran darah men­jelang pubertas menyebabkan pertumbuhan folikel-folikel pada ovarium. Sewaktu folikel-folikel tersebut bertumbuh dan menjadi matang, berat ovarium meninggi dan estrogen disekresikan di dalam ovarium untuk dilepaskan ke dalam aliran darah.
Estrogen menyebab­kan pertumbuhan dan perkembangan saluran kelamin betina. Apabila folikel-folikel menjadi matang, ova dilepaskan (ovulasi) dan turun ke dalam tuba Fallopii.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa permulaan pubertas pada hewan betina disebabkan oleh pelepasan tiba-tiba hormon gonadotropin dari kelenjar adenohypophysa ke dalam saluran darah dan bukan karena dimulainya secara tiba-tiba produksi hormon-hormon tersebut. Penen­tuan hormon menunjukkan bahwa kelenjar adenohypophysa pada hewan betina yang belum dewasa kelamin mengandung hormon-hormon gonadotropin dalam jumlah yang relatif besar namun tidak menyebab­kan terjadinya pubertas pada umur muda tersebut.

Umur dan Berat Badan pada Pubertas
Terjadinya estrus pertama pada hewan betina muda sangat menyolok karena timbul secara tiba-tiba. Tampak seolah-olah suatu thermostat fisiologik telah disentakkan untuk menimbulkan aktivitas reproduksi.
Hal ini berarti bahwa timbulnya pubertas mungkin berhubungan melalui beberapa jalan dengan suatu perubahan keseimbangan antara pengeluaran gonadotropin dan hormon pertum­buhan oleh kelenjar adenohypophysa.
Hewan-hewan betina muda tidak boleh dikawinkan sampai pertumbuhan badannya memungkinkan suatu kebuntingan dan kelahiran normal. Sapi-sapi dara sebaiknya dikawinkan menurut ukuran dan berat bukan menurut umur.
Olds dan Seath (1954) menyarankan bahwa sapi-sapi dara Holstein dan Brown Swiss dikawinkan sesudah mencapai berat kira-kira 340 kg, Airshire 295 kg, Guernsey 250 kg dan Jersey 227 kg.
Ukuran berat tersebut tercapai pada umur 10 sampai 25 bulan tergantung dari tingkatan makanan dan manajemen. Pertumbuhan pubertal yang cepat pada sapi-sapi dara Holstein dimulai selama bulan ketujuh sesudah lahir. Menjelang bulan kesepuluh pertumbuhan cepat saluran kelamin terhenti dan pertumbuhan. umum mulai melambat (Desjardins & Hafs, 1969).
Dengan makanan dan manajemen yang baik seekor sapi dara dapat dikawinkan pada umur 10 sampai 15 bulan, dan kuda pada umur 2 tahun.
Pada ternak betina pubertas mulai timbul pada umur-umur:
Sapi, bangsa Eropah       - 6 sampai 18 bulan
Sapi, Brahman dan Zebu  - 12 sampai 30 bulan
Domba                                        - 6 sampai 12 bulan
Sesudah perkawinan ternak dara tingkatan makanan selama ke­buntingan pertama harus cukup untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangannya agar supaya menjelang waktu partus tidak terjadi komplikasi-komplikasi seperti distokia.

Faktor faktor yang Mempengaruhi Pubertas
Karena pubertas dikontrol oleh mekanisme-mekanisme fisiologik tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohypophysa, maka pubertas tidak luput dari pengaruh faktor herediter dan lingkungan yang bekerja melalui organ-organ tersebut.

Musim.
Domba-domba di negeri beriklim sedang adalah ternak yang kawin bermusim dengan estrus pada betina dewasa hanya terjadi pada akhir musim panas atau permulaan musim gugur.Domba-domba muda yang mungkin sudah cukup umur dan cukup berat badannya secara fisiologik telah mencapai pubertas beberapa minggu atau bulan sebelum musin kawin tetapi tidak memperlihatkan tanda­-tanda luar pubertas sampai tiba musim kawin. Namun demikian, waktu lahir tidak mempengaruhi umur pubertas pada domba-domba betina muda.

Suhu.
Pengaruh suhu lingkungan yang konstan terhadap timbulnya pubertas pada sapi-sapi dara Brahman (Zebu). Santa Gertrudis dan Shorthorn telah dipelajari oleh Dale et al. (1959). Pada sapi-sapi dara yang dikandangkan pada 80OF (28,90C) pubertas dicapai rata-rata pada umur 398 hari dibandingkan dengan 300 hari pada 5OOF (100C). Pada sapi-sapi dara yang ditempatkan di kandang terbuka dan berhubungan dengan kondisi udara luar, pubertas dicapai pada umur 320 hari.

Makanan.
Makanan yang cukup perlu untuk fungsi endokrin yang normal. Tingkatan makanan tampaknya mempengaruhi sintesa maupun pelepasan hormon dari kelenjar-kelenjar endokrin. Pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi hewan betina muda dihambat oleh kekurangan makanan tanpa membedakan apakah karena tingkatan ren­dah enersi, protein, mineral atau vitamin.
Akan tetapi berat hidup hanyalah salah satu dari faktor-faktor penentu umur pubertas. Apapun yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan, apakah itu penyakit, kekurangan makanan atau faktor-faktor lain, akan memperlambat timbulnya pubertas.
Kelambatan timbulnya pubertas karena kekurangan makanan mungkin disebabkan oleh kadar rendah gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar adenohypophysa, kurang respons ovaria, atau mungkin karena kegagalan ovaria untuk menghasilkan jumlah estrogen yang cukup. Kurang jelas apakah salah satu atau semua mekanisme tersebut terlihat.
Faktor faktor Genetik.
Faktor-faktor genetik yang mempengaruhi umur pubertas dicerminkan oleh perbedaan-perbedaan antar bangsa, strain, kelompok pejantan dan oleh persilangan dan inbreeding. Beberapa bangsa sapi perah mencapai pubertas sebelum bangsa-bangsa sapi potong.
Pengaruh-pengaruh genetik pada ternak mamalia betina, terutama pada inbreeding dan crossbreeding, menunjukkan bahwa gene-gene yang mempengaruhi pubertas sebagian besar bersifat non additive. Oleh karena itu, seleksi untuk umur pubertas yang lebih muda di dalam suatu bangsa atau jenis hewan relatif akan tidak efektif.
Musim kawin (Breeding Season)
Kebanyakan jenis hewan liar mempunyai musim kawin tertentu, yaitu pada waktu di mana kondisi-kondisi lingkungan yang baik memungkinkan kehidupan anak secara optimum. Apabila kebuntingan berlangsung 5 bulan, maka musim kawin dimulai pada musim gugur supaya anaknya akan lahir pada musim semi. Apabila lama kebuntingan 9 bulan, maka puncak musim kawin adalah pada awal musim panas, juga supaya anaknya lahir pada musim semi. Jadi, anaknya akan lahir pada waktu persediaan makanan cukup bagi induk untuk menghasilkan susu, dan suhu serta kondisi-kondisi iklim lainnya optimum untuk kehidupan dan pertumbuhan anak.
Seleksi di antara hewan-hewan liar terhadap hewan-hewan kawin­ bermusim telah pula berlaku terhadap variasi bermusim dalam sekresi den pelepasan hormon terutama gonadotropin dari adenohypophysa. Gene dan hormon mempunyai hubungan satu dengan yang lain karena diketahui bahwa pada ternak dan hewan-hewan percobaan gene bertang­gungjawab untuk produksi dan/atau pelepasan gonadotropin dan hormon-hormon adenohypophysa lainnya ke dalam aliran darah.
Di antara ternak mamalia hanya domba yang digolongkan sebagai ternak kawin-bermusim (seasonal breeders). Aktivitas seksual domba bervariasi dari manifestasi estrus hanya pada periode singkat dalam satu tahun untuk bangsa domba di negeri-negeri dingin sampai musim kawin sepanjang tahun pada bangsa-bangsa domba di daerah tropis dan sub­tropis. Sapi dan babi adalah pekawin terus-menerus (continuous breeders) sepanjang tahun. Akan tetapi, ada beberapa indikasi, terutama pada kuda betina, bahwa betina-betina pekawin terus-menerus memper­lihatkan kesediaan kawin yang lebih nyata pada musim kawin species primitif tersebut.
Faktor faktor yang Mempengaruhi Musim Kawin
Lamanya slang hari (photo-period). Marshall (1937) merupakan orang pertama yang menyelidiki bahwa suatu faktor luar tertentu ber­ tanggungjawab untuk pembatasan musim kawin pada domba. Ia meng­observasi bahwa apabila domba-domba betina dipindahkan melewati khatulistiwa dari belahan bumi Utara ke belahan bumi Selatan, domba­  domba tersebut segera merubah musim kelaminnya sesuai dengan lingkungan yang baru. Beberapa betina mengalami perubahan radikal dan segera, betina-betina lain masih mempertahankan ritme siklusnya yang lama untuk satu atau dua tahun menurut musim kawin di negeri asalnya, tetapi akhirnya menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Akan tetapi, beberapa betina lain tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan tidak terpengaruh oleh rangsangan­-rangsangan luar yang secara normal menyebabkan timbulnya musim kawin. Sebagai akibatnya, betina-betina tersebut tidak pernah ber­produksi pada lingkungannya yang baru.
Lamanya siang hari bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi periodisitas kegiatan reproduksi. Lama penyinaran secara buatanpun ikut berpengaruh. Dengan menambah lamanya pe­nyinaran secara buatan di musim dingin dan menguranginya selama musim panas, maka musim reproduksi dapat berbalik terjadi pada musim semi dan musim panas (Yeates, 1949). Apabila domba-domba betina diberi penyinaran secara buatan 6 jam sehari selama 3 tahun, periode anestrus masih tetap berlangsung dari April sampai Juli dengan puncak aktivitas seksual umumnya berlangsung dari Oktober sampai Januari (Clegg et al., 1965). Akan tetapi periode aktivitas reproduksi cenderung untuk diperpanjang, dan periode anestrus diperpendek. Apabila domba-domba betina bangsa Ile-de-France ditempatkan di dalam suatu ruangan dengan penerangan terus-menerus sepanjang tahun, kegiatan reproduksi akan berlangsung seperti biasa pada musim­nya yang normal (Thibault et al., 1966). Satu-satunya perbedaan yang terlihat adalah tendensi pemendekan musim reproduksi. Hasil penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa suatu ritme biologik in­ternal, di samping pemendekan siang hari, nampaknya ikut mempenga­ruhi kegiatan reproduksi dan timbulnya musim kawin pada domba.
Suhu.
Pengaruh suhu adalah sekunder terhadap pengaruh lamanya siang hari atau lamanya penyinaran. Seleksi alamiah selama periode banyak generasi akan lebih efektif terhadap respons lamanya siang hari daripada respons terhadap perubahan-perubahan suhu.
Faktor faktor lain.
Timbulnya musim reproduksi pada domba­-domba betina yang sama sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor lingkungan tertentu selain daripada lamanya siang hari dan suhu mungkin ikut pula terlibat.
Rangsangan-rangsangan psikologik dapat pula mempengaruhi tim­bulnya musim reproduksi pada domba. Telah ditemukan bahwa ter­jadinya musim reproduksi dapat dipercepat beberapa hari dengan menempatkan domba-domba betina bersama domba-domba jantan sebelum datangnya musim tersebut. Kemungkinan perangsangan tersebut menyerentakkan estrus dan ovulasi. Telah diketahui bahwa ovulasi pertama pada permulaan musim reproduksi biasanya tidak diser­tai oleh estrus.
Mekanisme Hormonal.
Pengendalian reproduksi pada ternak­-ternak yang kawin bermusim sebagian besar tergantung pada hypothalamus. Hypothalamus menjalankan pengaruhnya melalui sel-sel syaraf yang menyebabkan pengeluaran faktor-faktor pelepas (releasing factors) ke dalam peredaran darah menuju ke kelenjar adenohypophysa. Faktor-faktor pelepas ini mengatur kadar pelepasan gonadotropin ke dalam aliran darah dan secara langsung mempengaruhi produksi ova dan hormon-hormon kelamin betina oleh ovarium. Kebanyakan hormon-hormon kelamin akan menghambat aktivitas hypothalamus (feed back

Fase-fase siklus berahi
Sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi telah dimulai, estrus terjadi pada hewan betina-tidak-bunting menurut suatu siklus ritmik yang khas. Interval antara timbulnya satu periode berahi ke per­mualan periode berahi berikutnya dikenal sebagai suatu siklus berahi. Interval-interval ini disertai oleh suatu seri perubahan-perubahan fisiologik di dalam saluran kelamin betina
Walaupun setiap species mempunyai ciri-ciri khas dari pola siklus berahinya, namun pada dasarnya adalah sama. Siklus berahi umumnya dibagi atas 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Beberapa penulis memilih pembagian siklus berahi atas dua fase, fase folikuler atau estrogenik yang meliputi proestrus dan estrus, dan fase. luteal atau progestational yang terdiri dari metestrus dan diestrus.
Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode di mana folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan se­jumlah estradiol yang makin bertambah. Sistem reproduksi memulai persiapan-persiapan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Folikel, atau folikel-folikel, tergantung pada species, mengembang dan diisi dengan cairan folikuler. Setiap folikel bertumbuh cepat selama 2 atau 3 hari sebelum estrus. Pada periode ini terjadi peningkatan dalam pertum­buhan sel-sel dan lapisan bercilia pada tuba Fallopii, dalam vaskularisasi mucosa uteri, dan dalam tebal dan vaskularisasi epithel vagina, dan kornifikasi terjadi pada beberapa species seperti anjing dan kucing.
Pada periode ini, sekresi estrogen ke dalam urine meninggi dan mulai terjadi penurunan konsentrasi progesteron di dalam darah. Corpus luteum dari periode terdahulu mengalami vakuolisasi degenerasi dan pengecilan secara cepat. Peningkatan menyolok pertum­buhan tenunan-tenunan epithel, aktivitas muskulatur saluran reproduksi, sekresi mucus, dan vaskularisasi endometrium dan mucosa vagina dikenal sebagai periode pembangunan. Perubahan-perubahan ke arah pembangunan ini disebabkan oleh sekresi estradiol yang makin meninggi. Pada akhir periode proestrus hewan betina biasanya memperlihatkan perhatiannya pada hewan jantan.
Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode ini umumnya hewan betina akan mencari dan menerima pejantan untuk berkopulasi. Folikel de Graaf membesar dan menjadi matang. Ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan. Estradiol dari folikel de Graaf yang matang menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi tubuler yang maksimal pada fase ini. Tuba Fallopii menegang, epithel menjadi matang, dan cilia aktif; terjadi kontraksi tuba Fallopii dan ujung tuba yang berfimbria merapat ke follikel de Graaf. Sekresi cairan tuba bertambah. Uterus berereksi, tegang, dan pada beberapa species oedamatous. Suplai darah ke uterus bertambah; mucosa tumbuh dengan cepat, dan lendir disekresikan. Lendir cervix dan vagina bertambah. Mucosa berwarna merah jambu dan terjadi kongesti karena vaskularisasi yang bertambah. Cervix mengendor dan agak oedematous. Mucosa vagina sangat menebal dan pada beberapa species banyak sel-sel epithel berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematous pada semua species, tetapi sangat jelas pada babi. Pada sapi seutas tall lendir menggantung dari vulva. Menjelang akhir estrus mungkin terdapat kenaikan jumlah leucocyte yang berpindah ke dalam lumen uterus. Pada kebanyakan species ovulasi terjadi menjelang akhir periode estrus. Penerimaan terhadap pejantan selama estrus disebabkan oleh pengaruh estradiol pada sistem syaraf pusat, yang menghasilkan pola-pola kelakuan yang khas bags receptivitas pada berbagai hewan betina. Kelakuan kelamin jantan atau betina tidak khas bagi satu jenis kelamin dan pada kondisi-kondisi tertentu setup jenis kelamin dapat memperlihatkan kelakuan kelamin lainnya.
Metestrus atau postestrus adalah periode segera sesudah estrus di mana corpus luteum bertumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dari adenohypophysa. Matestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan folikel de Graaf yang lain dan mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Pada sapi, selama bagian permulaan metestrus, epithelium pada carunculae uterus sangat hiperaemis dan ter­jadii haemorrhagia kapiler. Hal ini disebut pendarahan metestrus atau pendarahan postestrus atau "menstruasi". Pendaharan metestrus tidak sama dengan menstruasi pada primata (manusia dan kera) yang terjadi sewaktu mengurangnya progesteron dan disebabkan oleh tanggalnya lapisan-lapisan superfisial endometrium. Pada sapi, pendarahan matestrus berhubungan dengan mengurangnya estrogen. Sekresi mucus menurun dan kelenjar-kelenjar pada endometrium bertumbuh dengan cepat. Menjelang pertengahan sampai akhir metestrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Pada anjing, kucing dan kelinci periode ini meliputi pula periode kebuntingan semu (pseudopreg­nancy). Pada sapi, domba, babi dan kuda, lamanya metestrus kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan ova untuk mencapai uterus yaitu kia-kira 3 sampai 4 hari. Pada anjing dan kucing, periode kebun­tingan semu dapat berlangsung masing-masing 50 sampai 60 hari dan 30 sampai 40 hari. Apabila kebuntingan tidak terjadi, uterus dan saluran reproduksi selebihnya beregresi ke keadaan yang kurang aktif yang sama sebelum proestrus, disebut diestrus.
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus berahi pada ternak-ternak mamalia. Corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progestron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar-kelenjar berhypertrophy. Cervix menutup dan lendir vagina mulai kabur dan lengket. Selaput mucosa vagina pucat dan otot uterus mengendor. Pada akhir periode ini corpus luteum memperlihatkan perubahan-perubahan retrogresif dan vacuolisasi secara gradual. Endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beratrophy atau ber­egresi ke ukuran semula. Mulai terjadi perkembangan folikel-folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus.
Pada beberapa species yang bukan polyestrous, dapat terjadi anestrus.
Anestrus yang fisiologik umumnya ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi. Anestrus normal akan diikutl oleh proestrus. Di negeri-negeri yang mempunyai 4 musim, anestrus fisiologik dapat diobservasi pada kuda selama musim dingin dan pada domba selama musim semi dan musim panas. Pada anjing dan kucing suatu periode anestrus fisiologik yang berlangsung beberapa bulan dan dapat terjadi dua atau tiga kali setahun. Oleh karena itu dipakai istilah anestrus untuk membedakannya dari diestrus, yang berlangsung hanya sekitar seminggu dan pada sapi, babi, dan hewan­hewan ployestrous lainnya ditandai oleh corpus luteum yang matang. Selama anestrus uterus kecil dan mengendor, dan lendir vagina jarang dan lengket. Mucosa vagina dan cervix pucat, cervix-pun pucat dan ter­tutup rapat. Beberapa aktivitas folikuler dan pada ovarium dapat berkembang tetapi pematangan folikel dan ovulasi jarang terjadi selama periode anestrus.

8 comments:

  1. kalau sapi gk berahi sudah umur 5 tahun kenapa..........

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin karena beerapa faktor,
      1. faktor genetik ( kelainan)
      2. faktor lingkungan( pakan , suhu, dan menajemen lainnya.
      3. mungkin juga karena silent heat ( birahi diam)

      mungkin itu saja mas,

      Delete
  2. sapi dara jika ingin di kawinkan/IB kan harus dewasa kelamin dan dewasa tubuh .. mengapa seperti itu teh coba jelaskan? jika hanya dewasa kelamin saja tetapi tidak dewasa tubuh apa yg akan terjadi ? dan jika hanya dewasa tubuh tetapi tidak dewasa kelamin apa juga yg akan terjadi? terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau IB memang harus dewasa tubuh dan dewasa kelamin,
      kenapa harus dewasa kelamin ? karena apabila tidak dewasa kelamin berarti organ reproduksinya belum berfungsi,
      kenapa harus dewasa tubuh ? karena apabila tubuhnya belum dewasa,( bobot badan) beraarti dia harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk tubuhnya, dan apabila bobot badannya belum terpenuhi, induknya tidak akan bisa menopang anaknya.
      kesimpulannya, apabila tidak dewasa kelamin maka anaknya nanti tidaak mendapat nutrisi yang baik nantinya dari induk saat di kandungan.

      mungkin itu saja mbak

      Delete
  3. nah, bagaimana juga dengan sapi yang tidak birahi-birahi?

    ReplyDelete
  4. terimakasih untuk blog ny sangat bermanfaat mbak :)

    ReplyDelete
  5. Cara mengobati sapi yang terkena delay puberty gimana ya

    ReplyDelete